Minggu, 30 Juni 2013

Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum


Keterkaitan  Islam dengan ilmu umum sebetulnya kelihatan sangat  jelas. Tetapi  anehnya, ada saja orang-orang yang masih kebingungan mengatakan bahwa,  bagaimana mengkaitkan  antara fisika dengan fiqh, masailul fiqh dengan biologi, kimia dengan perbandingan madzah,  dan lain-lain. Biasanya  orang yang kebingungan, atau sengaja membingungkan  diri itu  membuat contoh-contoh tersebut  untuk  membenarkan pendapatnya, bahwa tidak ada kaitan antara Islam dengan ilmu pengetahuan modern.  
 
Akar masalahnya sebenarnya adalah sederhana, yaitu  mereka ingin  menunjukkan kecintaannya terhadap ilmu yang selama itu dikembangkan dan digelutinya.  Kecintaannya itu  ditunjukkan lewat pendapat, bahwa ilmu ke-Islaman tidak bersinggungan dengan disiplin ilmu lainnya. Mereka mengkhawatirkan,   ilmu yang dicintai itu terkalahkan oleh disiplin ilmu lainnya. 

Tetapi apapun,  di tengah pro dan kontra terhadap pandangan baru tersebut,  pandangan integrasi itu semakin lama semakin popular. Jargon yang dikembangkan bahwa Islam tidak mengenal dikotomi ilmu pengetahuan. Islam adalah agama sekaligus ilmu dan peradaban yang tinggi. Bahkan juga muncul  kritik tajam dari sementara  kalangan dengan  mengatakan  bahwa,  kemunduruan ummat Islam, di antaranya adalah sebagai akibat  adanya dikotomi ilmu pengetahuan itu.
Bagi  orang  yang sudah lama  menggeluti bidang fiqh, aqidah, akhlak,  tarekh, dan lain-lain,  atau  disebut sebagai ilmu agama,  ingin bertahan, bahwa ilmu agama harus dipertahankan dan tidak seharusnya diintegrasikan. Hasil pemikiran para ulama yang sudah sekian tahun,  dan telah  terdokumentasi   menjadi berbagai buku, kitab atau literatur, semua itu harus disebut sebagai ilmu, atau tegasnya  ilmu agama.  Mereka belum percaya dengan konsep baru tersebut, ilmu agama akan masih bisa bertahan.


Kitab suci al Qurán dan hadits nabi juga memerintahkan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dengan cara memikirkan tentang ciptaan  langit dan bumi,  menyuruh umat Islam untuk berpikir, memperhatikan,  dan melihat alam  semesta ini. Bahkan dalam al Qurán disebutkan ayat-ayat yang menantang manusia untuk memperhatikan alam hingga sekecil-kecilnya, misalnya dengan kalimat, : “tidakkah kau perhatikan bagaimana unta diciptakan, langit ditinggikan, gunung ditegakkan dan  bumi dihamparkan.  Ayat-ayat al Qurán seperti itu,  jika diresapi maknanya secara mendalam, maka sebenarnya secara langsung dapat diartikan  sebagai  anjuran untuk mengggali ilmu pengetahuan seluas-luasnya. 

Persoalannya adalah bahwa selama ini  ayat-ayat seperti itu belum dijadikan dasar oleh para ilmuwan tatkala mereka mempelajari alam. Para ilmuwan, seperti ahli biologi, kimia, fisika, sosiologi, psikologi dan seterusnya,  dalam  mengembangkan ilmunya tidak selalu mendasarkan pada ayat al Qurán. Sementara lainnya, orang-orang yang menekuni al Qurán dan hadits selalu berhenti pada kajian kitab suci itu saja. Kajian al Qurán yang dilakukan tidak sampai  melahirkan  semangat  untuk mengkaji ciptaan Allah secara mendalam lewat kajian ilmiah sebagaimana yang dipesan al Qurán itu. Wallahu a’lam.*


* (Tulisan disadur dari kumpulan karya ilmiah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang)



Related Articles:

Posting Komentar